Rabu, 23 Juli 2014

[Fanfict] Senyum Dong ! Inspired By : @Vanka_JKT48



     Siang itu cuaca cukup cerah untuk pergi jalan-jalan, sangat sayang jika hanya di habiskan untuk duduk di rumah. Aku bangkit dari duduk ku dan pergi berjalan ke rumah Vanka. Vanka adalah sahabat ku dari kecil, Vanka adalah penyuka hewan terutama Anjing. Vanka mempunyai seekor Anjing bernama White Prince, White Prince ia rawat sejak kelas 3 SD, hingga sekarang ia sudah duduk di kelas 1 SMP. Vanka sangat sayang dan perhatian kepada White Prince, sampai-sampai jika bersamanya Aku selalu dikacangin Vanka. Meski demikian Aku sangat senang jika melihat Vanka senang dan tertawa riang bersama White Prince.
     10 menit kemudian Aku sampai di rumah Vanka, seperti biasa, Aku selalu masuk tanpa mengetuk pintu pagarnya. Tapi ntah mengapa hari ini pagarnya terkunci, maka Aku memanggilnya.
     “Vanka, oooo Vanka...”  Teriak ku dari luar pagar yang tak begitu tinggi itu. Beberapa saat setelah itu pembantu Vanka keluar dan membukakan pagar untuk ku.
     “Vanka mana mbak ?” Tanya ku bingung.
     “Begini Mas, tadi pagi peliharaanya non Vanka, si White Prince mati. Jadi darti tadi non Vanka ga mau keluar kamar mas. Kan mas tau sendiri kalo White Prince adalah salah satu bagian terpenting dalam hidup non Vanka.” Jelas pembantunya yang sontak membuat ku kaget.
     “Lho kok bisa ? Perasaan kemarin sore dia baik-baik aja kok mbak. Vanka sekarang dimana ?” Tanya ku buru-buru.
     “Kayanya karena faktor usia mas. Non Vanka ada di kamarnya mas.” Setelah itu Aku langsung berlari ke dalam dan berdiri di depan pintu kamar Vanka.
     “Vanka.. ini Aku. Boleh masuk ga ?” Tanya ku pelan sambil menempelkan telinga ku ke pintu kamar Vanka, tapi tidak ada respon.
     “Vanka, buka pintu dong.” Ucapku lagi. Beberapa saat kemudian terdengar suara Vanka yang membuka kunci kamarnya. Akupun segera masuk.
     Kamar Vanka sangat berantakan, foto White Prince ada dimana-mana sekarang. Aku melihat Vanka yang duduk sambil memeluk lutut di atas tempat tidurnya.
     “Vanka.” Panggil ku lalu duduk di sampingnya.
     “Aku tau kamu sedih, tapi jangan gini dong. Aku paham kok betapa berartinya White Prince buat kamu, tapi ini udah takdir. Kamu harus bisa nerimanya.” Ucapku, tapi Vanka hanya tetap terdiam tanpa menoleh sedikit pun pada ku.
     “Tapi kamu ga tau betapa sedihnya Aku.” Ucap Vanka dengan nada yang amat pelan.
     “Aku paham kok, tapi cara kamu salah. Kalo kamu diem dan ga mau makan begini itu Cuma merusak diri kamu.” Jelasku yang sekarang berdiri di depan Vanka. Vanka kembali terdiam.
     Berjam-jam Aku berada di kamar Vanka, mencoba membuatnya kembali tersenyum seperti dulu kala. Tapi hasilnya nihil, Vanka tak kunjung tersenyum. Aku tidak habis akal, Aku akan lakukan apapun demi Vanka, demi senyum Vanka.
     “Vanka, kalo kamu gini terus apa bisa buat White Prince hidup lagi ? Enggakan ? Jadi ini ga ada gunanya Vanka! Kamu harus bisa bangkit! Kita bisa cari White Prince lainnya kan!” Jelasku agak membentak pada Vanka. Ia terdiam, dan menundukkan kepalanya. Aku hanya terdiam, air mata perlahan jatuh menetes di pipi Vanka.
     “Vanka, maksud Aku bukan gitu kok. Maaf ya.” Ucapku yang merasa bersalah.
     Aku mengambil gitar di pojokan kamar Vanka, lalu duduk di depan jendela kamar Vanka. Perlahan ku petik senar gitar dan bernyanyi di bawah sinar rembulan. Suara ku tidak begitu buruk, dari dulu Vanka sering meminta ku untuk bernyanyi jika ia bosan. Aku menyayikan sebuah lagu dari Cody Simpson yang berjudul Round of Applause.
     “Huftttt Vanka senyum dong, Aku kangen senyum kamu.” Ucapku setelah selesai bernyanyi, tapi Vanka tetap terdiam.
     Hari sudah menunjukan pukul 21.00. Selama itu Aku berusaha, berusaha, dan berusaha. Tapi sepertinya Vanka masih terpukul. Setelah berhasil membujuk Vanka makan malam, Aku dan Vanka kembali masuk ke dalam kamarnya, Vanka tetap terdiam.
     “Sekarang tidur ya.” Pinta ku pada Vanka. Ia masih duduk membisu di sebelah ku.
     “Tolong kali ini dengar Aku lagi, tidur ya Vanka. Ini udah malem.” Pinta ku lagi pada Vanka. Vanka pun berbaring, tapi sepertinya ia tidak bisa tidur. Aku mancari buku-buku dongeng yang ada di meja Vanka, berharap ia bisa tertidur seperti di Tv Tv. Aku menemukan sebuah buku yang berjudul Princess Belle.
     “Aku bacain ya.” Vanka terdiam, Aku mulai membaca halaman demi halaman yang ada di buku itu, hingga akhir.
     “Selesai deh.” Ucapku, Vanka sudah terlelap. Aku menatapnya lama-lama.
     “Aku janji bakalan buat kamu senyum lagi!” Ucapku lalu bangkit dan merapikan kamar Vanka yang berantakan. Foto White Prince ada di setiap sudut kamar, Aku memungutnya dan memasukan foto-foto itu ke dalam sebuah kotak.
     “Apa ketika Aku mati nanti kamu juga akan begini ?” Tanya ku dalam hati sambil menatap salah satu foto Vanka bersama White Prince.
     “Siapalah saya ini..” Sambung ku lagi, lalu bangkit dan beranjak keluar kamar Vanka.
     “Have a nice dream Vanka.” Ucapku lalu mematikan lampu kamar Vanka. Aku berjalan keluar dan pulang kerumah.
*
     3 hari lamanya aku selalu ada di setiap hari Vanka. Masih dengan tujuan yang sama, membuatnya tersenyum. Hari ini Aku kembali mengajak Vanka jalan-jalan, siapa tahu itu bisa membuatnya lebih tenang dan bisa tersenyum lagi. Meski pada kenyataanya Vanka tak kunjung tersenyum juga.
     “Vanka! Ini buat kamu.” Ucapku sambil memberinya sebuah ice cream. Vanka menerimanya, lalu kami duduk di sebuah kursi taman.
     “Di makan dong Vanka.” Pinta ku yang melihat Vanka hanya memegang ice cream tersebut.
     “Sini Aku bukain yaa.” Aku mengambil ice cream tersebut, lalu membukakannya.
     “Nih..” Aku memberikan ice cream itu lagi. 5 menit berlalu, sekarang wajah ku sudah cemong karena ada ice cream dimana-mana. Aku rela jadi konyol begini demi Vanka, dan demi senyumnya lagi. Tapi, Vanka hanya terdiam.
     “Ya udah kita pulang aja ya.” Ucapku yang tak pernah patah semangat demi senyum Vanka.
     “Vanka, apapun yang akan terjadi nanti. Aku akan tetap ada disini untuk mu. Aku rela berbagi segala rasa dengan mu. Aku rela jika harus menggantikan posisi White Prince, asalkan kamu bisa kembali tersenyum.” Bisik ku dalam hati sambil menatap wajah Vanka.
*
     Siang ini Aku terbangun dari tidur ku yang tak nyenyak. Vanka terus terbayang di dalam benak ku. Rasanya Aku masih gagal untuk menjadi yang terbaik untuknya, Aku masih gagal untuk membuatnya bahagia, bahkan hanya untuk membuatnya tersenyum Aku tidak bisa.
     “Aku lelah hidup tanpa senyum mu!” Ucapku sambil memandang foto Vanka.
     “Vanka, kamu tau ga betapa berati kamu buat Aku. Betapa pentingnya kebahagiaan kamu buat misi hidup ku!” Sambung ku lagi. Aku berjalan ke kamar mandi, lalu bersiap untuk ke rumah Vanka.
     “Hmm besok....” Aku memutar balik mobil ku dan tancap gas ke sebuah pusat perbelanjaan untuk membelikan sesuatu buat Vanka. Setelah dapat parkiran Aku langsung masuk dan mencari hal yang akan ku beri untuk Vanka.
     Aku melihat sebuah boneka beruang setinggi pinggul ku, Aku rasa Vanka akan senang melihatnya. Setelah itu Aku membelikan Vanka sebuah kalung. Lebih dari 4 jam Aku berkeliling hanya untuk 2 benda ini. Setelah itu Aku kembali ke rumah Vanka. Tapi di saat perjalanan itu Aku bertemu dengan seorang pria yang menstop mobil ku.
     “Ada apa pak ?” Aku turun dan bertanya pada pria itu, tanpa di minta ia masuk ke mobil ku, begitu juga dengan ku.
     “Kamu ingin Vanka tersenyum bukan ?” Tanya pria itu yang sontak membuat ku kaget.
     “Iya, kenapa ? Bapak tau darimana ?” Tanya ku penasaran.
     “Kamu rela melakukan apapun ?” Tanyanya lagi.
     “Ya. Saya rela.” Balas ku singkat.
     “Termasuk nyawa mu ?” Pertanyaan itu sontak membuat ku kembali kaget, dada ku berdebar, aliran darah ku cepat, dan Aku mulai cemas. Aku menarik nafas panjang.
     “Iya. Saya rela pak! Apapun demi Vanka, akan saya lakukan! Saya janji!” Tegas ku.
     “Saya tau caranya.” Ucap bapak itu.
     “Bagaimana pak ? Beritahu saya!” Balas ku bersemangat.
     “Nanti sesampainya di rumah kamu minum air ini, tapi sebelumnya kamu harus habiskan semua waktu mu sebelum pukul 12 malam bersama Vanka.” Ucap bapak tadi sambil memberikan ku sebotol air yang tidak Aku ketahui itu air apa.
     “Setelah kamu minum air tersebut, tidurlah.” Ucap si bapak tadi, lalu keluar dari mobil. Aku terdiam, terdiam tanpa kata. Sepertinya Aku paham akan semuanya, tapi sesuai janji ku, Aku akan melakukan apa saja untuk Vanka. Hari sudah menunjukan pukul 8 malam, Aku tancap gas ke rumah Vanka.
     “Vanka.” Panggil ku sambil membuka pintu kamarnya. Tapi Vanka tidak ada di dalam. Aku terdiam, lalu Aku mengambil sebuah kertas dan mulai menulis sesuatu. Setelah selesai Aku meletakkan kertas itu bersama boneka dan kalung yang ku beli untuk Vanka tadi. Aku terdiam sejenak, lalu tersenyum kecil.
     Aku berjalan lesu keluar rumah Vanka, hari sudah menunjukan pukul 11 malam. Aku terdiam lagi.
     “Hmmmm. Vanka, kamu dimana ?” Tanya ku dalam hati.
     “Hey..” Panggil seseorang dari belakang ku, Aku segera menoleh. Dia adalah Vanka.
     “Vanka.” Panggil ku lalu mendekat dan menggenggam ke dua tangan Vanka erat.
     “Lihat Aku sebentar.” Pinta ku, lalu Vanka menurutinya.
     “Kamu sudah kenal Aku lebih dari separuh usia kamu. Aku sudah menemani setiap waktu dalam hidup mu sampai detik ini, tak pernah Aku lewati sedikit pun. Aku mempunyai telinga seluas samudera untuk mendengar curhatan mu, Aku bisa melakukan segalanya untuk mu.” Aku menatap Vanka dalam-dalam, mata Vanka terlihat sayu.
     “Vanka, kamu adalah anugerah terindah untuk hidup ku. Tapi sekarang Aku merasa gagal tidak bisa membuat mu tersenyum. Maaf ya, tapi Aku janji, apapun yang akan terjadi kamu pasti akan tersenyum karena Aku!” Vanka terdiam, lalu memeluk ku, Aku tidak bisa berbuat apa-apa kecuali terhanyut dalam pelukan yang tak pernah ku rasakan itu.
     “Sekarang saatnya tidur.” Ucap ku, lalu Vanka berjalan masuk ke dalam rumahnya. Dan Aku langsung pulang.
     Sesampainya di rumah, Aku segera mandi dan duduk di tepi tempat tidur ku. Di tangan ku sudah ada botol yang tadi di beri oleh Pria yang ku jumpai. Sesaat terlintas kembali semua memori indah bersama Vanka, dalam hidup ku mungkin dia adalah malaikat tanpa sayap.
     “Vanka, senyum dong!” Ucapku lalu meminum air tersebut. Setelah itu, seperti yang di anjurkan Aku harus tidur agar esok pagi bisa melihat senyum di wajah Vanka.
*
     Vanka terbangun dari tidurnya pagi ini. Alangkah terkejutnya Vanka ketika melihat White Prince telah berada di sampingnya. White Prince menggong-gong sambil memainakan ekornya.
     “White Prince!” Vanka langsung memeluk peliharaan kesayangannya itu. Ia tersenyum. Benar! Vanka tersenyum pagi itu.
     “Ini benar kamu!” Vanka terus memeluk peliharaanya. Setelah itu ia bangkit dari tempat tidurnya dengan White Prince di gendongannya.
     “Apa ini ?” Tanya Vanka melihat hadiah yang Aku letakan semalam. Vanka menurunkan White Prince. Vanka membuka kertas yang ku tulis malam itu.
“Selamat pagi Vanka! Selamat ulang tahun yaaa! Udah buka kadonya ? Suka ga ? Aku yang beli sendiri lho, Aku ga suruh orang lagi buat milihnya. Hebatkan ?
Semoga saat membaca surat ini kamu sudah tersenyum ya, karena Aku ga mau di hari yang indah ini kamu terus bersedih!
Vanka, jalanilah hidup mu dengan senyuman, senyum yang abadi. Karena ketika kamu senang, aku juga akan senang. Jika kamu sedih aku juga akan sedih. Vanka, senyum ya...
Hmmm kamu sudah besar ya sekarang. Tidak terasa waktu berjalan secepat itu tanpa kita sadari, tidak terasa juga sudah banyak kenangan yang telah kita ukir di dunia ini. Tawa, canda, duka, air mata, semua sudah kita lewati bersama. Aku bahagia bisa bersama mu.
 Ketika kamu membaca surat ini juga mungkin Aku tidak disana, tapi Aku akan selalu ada di dalam hati mu, dan di tiap senyum mu jika bersama White Prince. Vanka teruslah tersenyum, karena kamu tidak tahu bahwa senyum mu sangatlah indah. Aku sayang kamu!!!!”
     Vanka tersenyum dan membuka kotak yang berisi sebuah kalung, lalu ia tersenyum lagi dan menggenggam kalung itu erat. Tanpa di sadari air mata berlinang di pipi Vanka. Lalu Vanka kembali memeluk White Prince.
     “Vanka, Aku ada disana, di tiap senyum yang terbias di wajah mu...”

Follow My Twitter : @Agung_PZS

1 komentar: