Jumat, 18 Juli 2014

[Fanfict] Tuhan,Izinkan Shania Bersamaku Inspired By : @shaniaJKT48

Ini hari2 awal aku menginjak-injakkan kedua kakiku sebagai anak kelas XII di sekolah tercintaku. Aku dikenal sebagai cowok yang, ya... diatas rata2 lah. Meskipun ada anak lain yg lebih tampan di kelasku. Namun aku dikenal anak yang senang bergaul dengan siapapun, sehingga aku dekat dengan anak2 cewek yang eksis kelas XII maupun XI.
            Sekolahku punya ekstrakulikuler non-akademik, salah satunya cheerleader atau yang biasa kita sebut cheers. Aku juga kenal banyak anak2 cheers meskipun tidak dekat dengan semua anggotanya.
            Sekarang sudah hari jumat, dan waktu menunjukkan pukul 3, jam dimana jadwal ekstrakulikuler non-akademis biasanya sudah berjalan 1 jam. Aku berjalan dari tempat nongkrong depan sekolah sambil membawa gitar menuju kantin belakang. Melewati gedung induk aku melihat anak-anak kelas X memakai kaos warna-warni dan legging hitam di dalam aula sekolah berlatih cheers. Sempat berpikiran ingin mampir tapi menghilangkan rasa hausku lebih penting tampaknya. Sampai di kantin, ternyata ada anak kelasku yg juga senior cheers berjalan ke kantin dari arah lain.

"Jam istirahat cheers, Dep?" tanyaku.
"Iya nih, padahal baru pemanasan hahaha", jawabnya sambil mengambil 2 botol air mineral dan melemparkan 1 nya kepadaku.
"Eits! Ya nggak dilempar juga kaleeee", kataku sambil menangkap botol mineral. "Eh anak baru banyak yang cakep2 lho. Gebet 1 gih mblo, kasian hati lo masuk angin kalo nggak ada isinya", canda Depi padaku.
"Bisa aja lu, Dep. Ya ntar kalo ada yang sreg deh...."

*DUENG!*

            Belum selesai ku berbicara, ada suara tong sampah entah tertendang atau apa.
"SIAPA TADI YANG NENDANG?" hentak Depi pada anak2 cheers juniornya. Tampak 5 anak kelas X dan yang 1 anak sedang mengelus kakinya yang tampaknya tak sengaja terbentur tempat sampah. Mereka tampak tertunduk mendengar Depi yg membentak. Depi memang orang yang sedikit keras karena memang dia Captain cheers, dan merasa kegiatan ini adalah tanggung jawabnya.
"Dep, Dep, udah Dep, itu juga pasti nggak sengajaaa" kataku sambil memegang pundak Depi yang tampak sedikit marah.
"Tapi kan itu properti sekolah kalo ada yang rusak lagi, aku juga yang kena" jawabnya. "Maaf kaaak, tapi Yuvi nggak sengaja, aku yang salah, tadi kita lagi bercandaan" kata 1 temannya yg membantunya berdiri.
"Yaudah nggak papa, sekarang kalian boleh istirahat dulu. Nanti Shania anterin Yuvi ke UKS ambil counterpain terus kamu push-up 20x di aula ya?" kata Depi dengan tenang.

"Oh namanya Shania yaaa, manis banget ya matanya" gumamku dalam hati.

"Udah nggak papa, aku nggak marah kok, cuman besok lagi ati2 ya.." nasehat Depi pada mereka sambil membayar botol mineral dan berlalu.
"Iya kaaaak", kata mereka berlima sambil memasuki area kantin dengan menundukkan kepala.

            Tampaknya aku sedikit menaruh hati pada Shania, gadis tinggi yang manis itu. "Shania?" panggilku walaupun sebenarnya aku deg2an setengah mati. "i-iya kak?" jawabnya manis sambil bingung.
"Kamu hebat juga ya, berani ngakuin kesalahan" kataku sambil kupetik2 gitarku di kunci Dm7 mencairkan suasana. "iya siiih, tapi abis ini disuruh push-up deeh", katanya sambil memanyunkan bibirnya.
"Udah nggak papa, lain kali ati2 laaah... Kalian baru 2 minggu disini kan? sini deh duduk meja sini sambil kenalan".
Akhirnya mereka duduk 1 meja denganku sambil membawa makanan kecil dan minuman. "Yang ini Shania, Yuvi, terus yang lain siapa namanya?" tanyaku sambil menjabat tangan mereka satu persatu.
"Nabilah".
"Sonia, kak"
"Aku Ayana, kak”
Ternyata mereka mudah akrab denganku.
"Lah kakak sendiri namanya siapa belum bilang?" tanya Shania sambil memakan makanan kecil ditangannya.
"Emm, kasih tau nggak yaaaa? Emmm rahasia dulu deh. Ntar juga pada tau" candaku.
"Yeee curang", celoteh Nabilah. Akhirnya kamipun mengobrol dan bercanda hingga kantin mulai penuh oleh anak2 junior cheers lain.
"Kakak nggak pulang? Kan anak kelas XII pulang jam 11?" tanya Yuvi.
"Tadi udah pulang, ini balik sini lagi . Mau latihan sih tp belum pada kumpul nih kayanya" jawabku.
"Latihan?" Shania bertanya dengan mata manisnya yang begitu berbicara.
"Latihan cheers?" Tambah Nabilah.
"Weeey, enggaklah. Nabilah tukang bercanda niih. Latihan band dooong".

"HOI !". Ada yang mengagetkanku dari belakang, rupanya Dani, Ardi, dan Bayu. Teman2 bandku yang lain.
"Kita pada nyariin di studio, eh elu asik2an ngegebet adik kelas wuuuuu" kata Dani sambil mengacak2 rambutku.
"Apaan siiih, ini tu namanya menjalin hubungan yang baik dengan adik kelas meeen" kataku.
"Hasyah ngomong ape lu, dah buruan yuk ke Studio, bulan depan udh tampil broo" kata Ardi.

Adik2 kelas tertawa melihat kami yang memang good-looking dan bercandanya tidak se'brandal' anak2 tukang nongkrong di depan.
"Udah dulu yaa, besok ketemu lagi" kataku. Mereka semua tersenyum namun hanya si tinggi manis Shania yang melambaikan tangan padaku.

            "Siapa mereka tadi? Adik kelas SMP? Apa tetangga apa malah saudara?", tanya Bayu yang tampaknya tertarik karena kebetulan hanya Bayu yang jomblo.
"KEPO LUU!" candaku sambil meninju-ninju punggungnya.
"Itu junior-juniornya Depi. Depi udah bangkotan, harus digantiin makanya", tambahku.
"Depi? Depi siapa?" tanya Ardi. "itu..." belum selesai aku berbicara.
"Kinal maksutnya, Di. Maklum panggilan sayang jaman dulu masih keinget. Cieeee". Kata Dani.
"Cieeeee", goda mereka.
"Apaan siiih, itu kan emang nama aslinya dia, bukan panggilan sayang", kataku sambil membuka pintu studio.
"Panggilan sayang juga gapapa, serius amat lu kaya penonton Lawyer Club." canda Bayu.

            Seperti biasa kami latihan. Dan kebetulan di lomba yang akan datang, ada lagu original buatan masing2 peserta. Bukan hal yang berat bagi kami. Aku biasa menulis lirik, Ardi membuat musiknya dan kami aransemen bersama. Pukul 4.30 sore latihan selesai dan aku menuju parkiran dekat lapangan basket. Hanya tinggal beberapa motor saja. Melewati beberapa motor dan sekilas melihat sticker: Hello, My Name is Shanju. "Shanju?”

"Hayooo!! Hayo ngapain di deket motorku?" Shania mengagetkanku dari belakang.
"Ealah, kamu lagiii. Emang ini motormu? Namanya Shanju kok ituuu".
"Iyaaa, itu namaku. Shania Junianatha".
"Wah, udah tau nama panjangnya, tinggal kepo tanggal lahir bisa buat pelet kamu nih", candaku.
"Heeeeh, kakaknya serem, mainannya pelet. Jangan2 ini tadi mau jampi2 motorku yaaa?", balasnya.
"Hahaha, becanda kaleeee. Dasar kimchil".
"Eits, aku udah enggak kimchil yaa. Udah SMA sekarang”.
"Nah itu tapi kan sticker yang biasanya dipake kimchil2".
"Iya deeeh besok aku ganti, huh!”
"Hahaha, jangan marah atuh neng”
"Biarin, aku kalo marah serem lho. Serem gak?", katanya sambil menggembungkan pipinya.
"Wah serem banget, hahaha. Serem gimana coba kalo manyun gitu".
"Huuuh, aku gembosin nih ban motor kakak".
"Hahaha, udah yuk becandanya. Pulang dulu, besok ketemu lagi. Capek nih abis latihan".
"Iya kak, aku juga capek, yuk pulang", katanya sambil menghidupkan stop-contact motornya.
"Shania duluan aja, mau ke kamar mandi bentar".
"Oke kaaak, jangan lupa diguyur ya pipisnya hahaha", candanya sambil berlalu.
"Hahaha, iyaaa. Dadaaah", aku melambaikan tanganku padanya.

"Asik juga nih Shania tukang becanda ternyata", kataku dalam hati.
"Mungkin memang dia tipe cewek yang mudah bercanda dengan siapapun", pikirku.
Tapi dijalanku pulang aku masih membayangkannya. Wajahnya yang cantik, rambutnya yang panjang, caranya berbicara sambil tersenyum manis, dan matanya yang begitu indah.
"Ahsudahlah"~
Akhirnya aku pulang.

*

            Esok hari datang, hari sabtu dimana hari paling indah dalam sekolah, pulang jam 12 dan tidak ada Pendalaman Materi. Jam istirahat p aku iseng ke UKS, mencari vitamin C. Daripada harus beli diluar.
"Eh, panjang umur kakaknya" sapa Yuvi sambil mengoleskan counterpain di luka lebam yang kemarin.
"Apa hayooo? Habis ngomongin aku yaaa?" tanyaku sambil membuka rak vitamin.
"Enggak yee, kakaknya ge-er, orang kita cuma mau nanya yang punya gitar siapa..” Shania menjawab dengan wajahnya meledekku tapi gerak bibirnya menarik perhatianku.
"Pinjem 1 apa 2? Aku ada sih di rumah tapi cuma satu".

"Bilang aja "Lu ke rumah gue dooong" Hahaha!" terdengar suara dari ruang istirahat di balik gorden. Aku buka dan...
"Caplang lu, Di! Negthink mulu lu sm gua”
"Haha, enggak gitu juga kaleee. Itu td mereka nanya gua. Yang punya gitar siapa. Kalian kalo mau minjem dua satunya punyaku nggak papa kok" kata Ardi dari dalam ruangan berkasur itu.
"Kalo minjem satu aja? Aku pengen belajar dari Shania tapi klo 1 doang gitarnya kan susah" kata Yuvi sambil beranjak berdiri.
"Pinjem boleh kak?" tanya Shania padaku sambil menggandeng Yuvi.
"Boleeeh, ntar pulang sekolah ketemu di parkiran lapbas aja. Jangan di depan sekolah, ntar banyak yang godain".
"Emang aku manis ya kak sampe digodain?" kata Yuvi sambil tertawa.
"Siapa bilang wek. Maksutku entar aku bisa-bisa digodain anak2 nongkrong yg di depan" candaku.
Kami semua tertawa bersama termasuk Ardi yang di ruang sebelah.
"Dasar kakak selera para homo" kata Shania sambil mencubit lenganku keras dan berlari keluar.
"Sakiiiit, Shaniaaaa”
"Yuviii buruan nanti dikejar kakaknya" teriak Shania sambil berlalu.

"Asik juga kayanya mereka, anak kelas mana sih? X6 bukan?" tanya Ardi padaku.
"Enggak tau sih, tapi anak2 cheers pokoknya. Kalo mau kepo tanya Depi apa Ve aja".

?

            Bel jam pulang berbunyi dan semua murid berhamburan segera keluar. Tapi aku tidak terlalu ingin segera pulang. Aku cinta suasana sekolahku.
"Meeen, liat Ardi nggak?" Bayu menepukku dari belakang dan kami jalan beriringan bersama dengan Dani juga.
"Tadi di UKS sih, mgkn udah pulang duluan. Coba cek di tempat nongkrong depan".
"Oke meen, lu ikut kagak?”
"Enggak deh, lapeer, mau makan dirumah", sautku.
"Yaudah deh, duluan yee" "Yoi meen"

            Aku melanjutkan jalan kakiku menuju parkiran lapangan basket. Melihat banyak anak baru di sekelilingku. Kulihat juga Nabilah dan Ayana di dekat studio bersama junior2ku kelas XI. Di dekat motorku sudah terlihat Shania dan Yuvi disana.
"Rajin amat neng, kek satpam”
"Iiih tukang ngejek" sekarang giliran Yuvi yang memukul lenganku.
"Eits, belagu. Entar nabrak tong sampah lagi baru tau rasa" kataku membalasnya.
"Huuuuuh, awas yaaa".
"Yuk kak, ambil gitaaaar, mau pinjeeeeeem" kata Shania menirukan gaya anak kecil yang manja.

Dan sekali lagi, aku terpana melihat matanya.

"Ayok kaaaak, malah diem . Kesambet setan loh entar" kata Shania memecah suasana dan membuatku malu karena kepergok memperhatikan tatapannya.
"Eh, i-iya iya. Yuk ikutin aku pulang".

            Beberapa saat kemudian sampailah kami dirumahku. "Yuk yuk masuk dulu, parkirin di dalem aja, biar agak teduh" kataku sambil menunjuk garasiku yang tertutup atap fiber.
"Duduk dulu, tunggu bentar yaa". Aku masuk rumah lewat pintu belakang dan membukakan pintu utama dari dalam.
"Shania, Yuvi, mamaku masak spaghetti banyak ternyata. Kalian doyan nggak?" Shania tampak sedikit malu2, mungkin takut ngerasa nggak enak dengan orang tuaku. Tapi lain dengan Yuvi....
"Ya! Aku mau mam!", jawabnya dengan semangat sambil menarik Shania ke dalam rumahku. Mereka masuk dengan sopan dan berusaha mengenal rumahku.
"Permisi tante... om..." ucap Shania pelan.
"Nggak ada orang kok. Papa mama lagi beli mesin cuci atau apa itu td nggak tau. Mau minum apa?”
"Eee... Apa aja boleh kak" saut Shania.
"Lemon tea ada?" kata Yuvi.
"Boleeeh. Shania mau yang dingin apa enggak?”
"Yang anget aja kak, lg serak nih"
Itu mah emg suara asli kamu, Shan. Hehehe”

            Nenekku pembuat kue. Mamaku jago masak. Jadi nggak heran kalo aku suka membuatkan sesuatu entah makanan atau minuman meskipun aku tidak begitu handal. Kamipun memakan bersama-sama spaghetti buatan mamaku. Bercanda dengan riang hingga kamipun makin akrab. Tapi Shania tidak tau, setiap dia berbicara dan tersenyum, aku selalu memperhatikan matanya yang indah. Dan sebenarnya itu membuatku deg2an. Yuvi juga manis dan juga lucu. Tapi sepertinya aku harus mengakui rasaku terhadap Shania. Aku menaruh hati padanya. Aku yakin, aku telah menaruh hati padanya. Dan aku berjanji pada diriku sendiri, nanti ketika Shania memberiku lampu hijau, aku harus mendapatkannya dan membuatnya bahagia.

            Aku memang bukan anak orang kaya raya. Namun aku anak tunggal. Papaku pintar mendesign letak isi dalam rumah, serta mamaku rajin membersihkannya. Sehingga rumah ini terlihat rapi dan bersih, jadi setiap tamu dirumah ini pasti merasa nyaman.

            1 jam berlalu, minumpun hampir habis dan rahang2 kami mulai pegal karena tertawa sedari tadi. Kemudian aku ambilkan gitar yang akan dipinjam Yuvi tadi. "Yuvi, ini emg bukan gitar pertamaku. Tapi gitar akustikku cuma ini, jangan rusak lho yaa".
"Iyaaa, gini gini aku awas kok kalo sama barang pinjeman" jawab Yuvi.
"Aku minta ID Line kalian ya, biar entar kalo hubungin gampang", kataku pada mereka.
"Okee, CindviaDealove, kak".
"Bentar bentar..", kataku sambil mengeluarkan handphone dan mengetiknya.
"Kalo punya Shania?", tanyaku.
"Shanju. Shanju doang. Nomer hp sekalian deh nih kak, siapa tau pas penting Line nya pas error. 0856xxxxx48".

"YES!", kataku dalam hati.

"Ini nomerku sekalian, biar ntar kamu tau kalo itu aku. 08564348xxxx", kataku menjawab Shania. Shania mencatat nomerku dan kemudian mereka berpamitan pulang.

*

            Hari-hari sekolah mulai berlalu begitu cepat. Akupun menjadi semakin semangat berangkat sekolah berharap bertemu Shania....walaupun terkadang hanya sempat curi-curi pandang karena Shania tidak melihatku dari jauh. Iya, Shania seharusnya selalu membawa kacamatanya ketika istirahat sekolah.
            Aku makan siomay di kantin belakang karena disini lumayan sepi. Dan di tengah makan tiba2.?
"Eh Shania", sapaku.
"Eh kakaknya lagi", Jawab Shania sambil memesan makanan.
"Nyapa sih nyapa, tapi nggak blepotan juga kaleee", kata Shania sambil mengambil tissue dari sakunya dan membersihkannya dr pipiku.
DAG DIG DUG DUER!

"....." Beberapa detik aku terpana dengan wajahnya yg cantik dan selalu tersenyum itu.
"Heeeeh malah ngelamun", kata Shania sambil menyentuh bibirku dengan tissuenya.
"E-e-eh i-iya, habis kamu cantik",

SIALAN! AKU KECEPLOSAN!

"Yak selamat. Anda orang kedua yang bilang saya cantik hari ini", jawab Shania sambil membetulkan tempat duduk, duduk disampingku dan menaruh bungkus tissue nya di meja makan.
"Nah yang pertama siapa?".
"Mamaku, tadi pagi. Bilang gini. Cantik, sekolah yang bener ya. Uang sakunya jangan diabisin. Blablabla", kata Shania sambil menirukan gaya bicara mamanya dan memanyunkan bibirnya.
"Hahaha. Shaniaaaa Shaniaa, durhaka loh kamu. Eh blm pesen minum ya? Mau diambilin minum apa?”
"Teh aja kak".
"Dingin nggak?”
"Enggak kak, yang anget aja".
"Airnya air biasa apa air kobokan? Haha" candaku.
"Iiiih nyebelin kakaknya tuuuh" Shania mencubitku sambil tertawa.
Makanan Shania datang dan kamipun melanjutkan makan sambil bercanda dan aku pun merasa Shania nyaman dengan caraku bercanda.
"Ketawa sih ketawa, tapi jangan blepotan juga kaleee" kataku sambil mengambil tissue dan gantian berusaha membersihkan pipinya tapi.... Shania menghentikan tanganku.
"Eits. Kaya sinetron aja pake lap lap pipi segala" kata Shania.
"Hee? Tadi Shania kan juga gitu" jawabku.
"Kalo aku boleh, kalo kakak gak boleh. Yang boleh megang pipiku cuma pacarku tauuu." kata Shania sambil membersihkan pipinya.
Tiba2 aku menyentuhkan ujung jariku ke pipinya dengan cepat.
"Yeeee!!! Aku pacarnya Shania!!!" Candaku sambil mengangkat-ngangkat tanganku.
"Ihhhh apaaan siiiiih. Curaaaang" Shania tertawa terbahak-bahak sambil memukuli lenganku berkali-kali.
"Uuuuuh. Dasar nyebelin" kata Shania sambil masih mencubiti tanganku.
"Orang aku aja udah punya pacar", tambah Shania.

JLEEEBBB!!!!!! DUEERRR!!! Mati aku!

Ternyata Shania udah punya pacar. Aku sedikit panik, sedih, bingung dan langsung lemes. Campur aduk rasanya. Jadi gadis yang tiap hari aku pikirin ini udah punya pacar?

"Eh malah ngelamun lagi" Shania membangunkanku dari pikiran kacauku dan wajahku yang sudah berubah raut.
"Aku bercanda kaliii. Orang aku gak punya pacar. Hehehe", tambahnya.
"Wuuuu Shania bohongin aku. Eh bentar, ini kode bukan?”
"E-e-eh enggak tauuk. Kan cuma cerita". Wajahnya tampak sedikit tegang. Mungkin dia juga keceplosan. Mungkin.?
"Emang kenapa kalo aku punya pacar?" Tanya Shania mencairkan suasana yang sedikit tegang ini.
"Ya kan nggak enak sama pacar kamu kalo dia ngliatin kita duduk berdua sambil ngobrol dan bercanda kaya gini.”
"Enggak aku nggak punya pacar koook." Shania memperjelas statusnya sambil membalik sendok dan garpunya membentuk huruf X.
"Berarti boleh dong kita sering2 duduk berdua gini?" tanyaku melempar kode.
"Boleeeeh", jawab Shania sambil membayar di pedagang kantin.
"Duluan ya kak, nanti ketemu lagi. Dadaaaah".
"Iyaaa. Dadaaah", jawabku sambil membalas senyum padanya.

            Waaaaaaaaw! Pecah banget hari ini! Aku menghabiskan sisa makananku yang tinggal sedikit sambil senyum-senyum sendiri.
"Eh, ada yang lagi kasmaran nih kayanya ketawa-ketawa sendiri", kata bapak penjual siomay sambil membersihkan piring Shania dan mengelap meja.
"Eits! Nguping ya tadi pak?".
"Eh, enggak mas. Orang kalian ngobrol ketawanya kenceng banget, ya pada denger lah”.
"Iya juga sih ya. Hehehe... Berapa nih bang siomay sm es teh nya?”
"Udah mas, td udah dibayar sm mbak Shania td.”
"Laaah? Shania.. Shania..ckckck"

*

Sekarang pukul 9 malam. Dan aku masih memikirkan kejadian bersama Shania td siang. Aku senyum-senyum sendiri sampai beberapa kali papa dan mamaku menegurku.
"Kamu ngapain sih ketawa2 sendiri? Pasti pacarnya baru nih?"
"AMIIIIN YA TUHAN, AMIIIIN!!! HAHAHA" jawabku sambil berlari dan lompat ke kasur. "Kayanya anak kita agak kelainan, ma", kata papaku pada mamaku.

"Shania lagi apa ya?" pikirku. "Pengen nge-Line tapi.... Oh iya ya? Kenapa selama ini aku nggak pernah iseng nge-Line Shania?"
           
            Akhir2 ini aku memang jarang membuka hp karena hp ku terkadang error. Tiap pulang sekolah, kesibukanku hanya dua, mengaransemen lagu original bandku di komputer dan.... memikirkan Shania.
*Ting Tung* ringtone Lineku berbunyi.
"Tumben nih bunyi".

Ternyata Yuvi: "Kak, ini Yuvi...”
"iyaaa, taulah, kan ada display name-nya”
"Iya sih hehe. Cuma mau ngasih tau gitarnya di tempat Shania." "Wah udah belajar tadi?" "Udah dikit, Baru Em C D sama G. Hehe”
"Yeee pinter. Belajar emang pelan2, nggak papa. Shania jago nggak mainnya?”
"Ya lumayan sih kak kayanya. Yang penting bisa ngajarin aku. Kenapa sih emangnya? Kok nanyain Shania terus? Hayo... pasti ada rasa sm Shania ya?”
"Kayanya sih hehehe... Sssstt diem”.
"Yakin nih suruh diem? Yaudaaah, pdhl td Shania ngmgin kakak lho”.
"Hah? Emang iya? Dia ngmgin aku gimana?”
"Emm emm emm gimana yaaaa, katanya tadi suruh diem? Hahaha”
"Ceritain pliiiss. Ntar aku bolehin mam disini lagi deh klo mamaku masak”.
"Oke deeeeh. Hahaha... Sebenernya enggak ngomongin banyak sih. Tadi pulang sekolah terus ada kumpul cheers gitu trs Shania ngobrol sm kak Kinal tanya2 kakak tu orangnya kaya gimana, gitu doang.”

"TANYA KINAL?" Aku langsung deg2an. Takut Kinal cerita yang enggak2.

"Iya.. emang kenapa kak?" "Dia ceritanya gimana? Bilang yang jelek2 nggak?”
"Enggak sih, cm bilang kalo kakak baik bgt orangnya, nggak kurang ajar sm cewek, pinter main musik. Gitu katanya. Emang kenapa sih kak? Kok takut bgt kayanya kalo kak Kinal yg cerita?"
"Tahun lalu aku pacaran sm Kinal ._.a”
"Lah? Kok kak Kinal gak bilang yaa? . Shania tau nggak kalian dulu pernah pacaran?”
"Enggak tau deh... Ya pokoknya asal Kinal nggak fitnah yg jelek2 aja udah tenang aku".
"Hahaha. Yaudah deh positive thinking aja . Tadi dia juga tanya aku klo kakak tu keliatannya gimana”.
"Wah Shania kepo ttg aku :3”
"Gebet sana kak, mumpung belum keduluan yg lain".
"Hehehe. udah ah, anak kecil tidur sana, udah malem".
Kamipun mengakhiri percakapan dan aku masih sibuk membayangkan Shania sampai tertidur.

?

            Aku terbangun pukul 1 dini hari dengan kepala yang sedikit pusing. Kelihatannya aku terlalu lama di depan layar komputer tadi sore. Iseng aku cek hapeku, berharap ada Shania di inboxku atau di Line.

Hahaha, NGIMPI!

Aku harus sadar aku belum sedekat itu dengan Shania. Aku harus sadar aku hanya sekedar akrab.
            Aku buka timeline di Line dan melihat Shania baru saja posting. Aku beranikan diri memulai pembicaraan.
"Shania?”
"Ya?”
Tampak balasannya dari notification hp ku, tp sengaja ak biarkan sebentar. Berharap ada balasan yang lebih panjang, yg mengartikan bahwa dia tertarik dengan percakapan ini.
"Shania belum tidur?”
"Belum nih. Aku lagi kacau, lagi badmood. Bisa nggak usah chat dulu? Maaf".

JLEB! Jawaban yang lumayan membuatku down. Baru pertama kalinya chat, eh diginiin.

"Emm.. Maaf kak, boleh minta tolong?”
"Minta tolong apa?" Jawabku dengan sedikit malas.
"Besok pagi berangkat bareng yuk.”
Aku langsung terhentak dari kasurku dan menjawabnya dengan buru buru. "Boleeeeh . Rumah Shania dimana?”
"3 blok dibelakang sekolah kak. Jalan Srikandi no. 24. Perum XXX. Kejauhan nggak? Kalo kejauhan aku minta tolong yang lain aja.”
"Enggaak, rumahku cuma ke selatan 200an meter pinggir jalan dari situ. Besok pagi aku jemput ya. Mau jam berapa?”
"Jam 6.15an aja, nggak papa?”
"Iyaa", jawabku sambil mengirimkan sticker angguk-angguk.
"Makasih banyak ya kak. Janji deh besok pagi aku ceritain malam ini aku kenapa. Sampai ketemu besok, aku mau istirahat dulu".
"Iyaaa sama2. Yang nyenyak yaa".
"Goodnite kak" Shania mengirim sticker gambar peluk.
"Goodnite, Shania" Aku mengirim balik sticker malu.

            Aku gembira kegirangan. Yeeee berangkat bareng Shania. Kemudian aku set alarmku agar tak kesiangan.

*

            Jam stgh 6 aku sudah bangun dan langsung aku cek hp ku. Aku chat Shania.
"Pagi duniaaaaa".
"Lah? Selamat pagi dunia kok chat nya ke aku?”
"Soalnya kamu duniaku kali?”
"Hahaha apa banget sih kak. Siap2 yuk. Nanti jangan telat ya, mau sarapan di kantin dulu."
"Okeee. Wah kayanya bete nya udah ilang nih.”
":D hehehe. Mandi dulu yaa"

            Jam berjalan, akupun berangkat mencari rumah Shania utk menjemputnya. Shania berjalan keluar rumahnya. Aku melihatnya begitu anggun. Tampak rambut lurusnya berkibas tertiup angin. Tangannya yang sesekali membenarkan gelangnya.
"Yuk kak?”
"Helm nya mana?”
"Oh iya lupa. Hehehe".
           
            Cara dia tertawa benar2 membuatku jatuh hati.Bibirnya yang manis susah untuk diceritakan. Tapi tampaknya ada yang aneh dengan matanya.
"Eh bentar, kamu abis nangis ya semalem?”
"Sssttt.. Aku malu, ntar aja ya ceritanya." Shania mengambil helm nya dan kamipun berangkat.

            Sampai sekolah tampaknya gosip2 mulai menyebar. Dan semakin menjadi ketika mereka melihatku berboncengan dengan Shania.
"Ay ay , kayanya ada gosip baru nih" nabilah berbicara dengan keras pada Ayana dengan maksut menggodaku dan Shania.
"Siapa sih bil?" Ayana membalas Nabilah dengan keras pula.
"Temen kita kooook. Lagi deket sama anak band kakak kelas XII gituuu" Mereka berdua tiba2 menghadap kami

"CIEEEEEE!!! SHANIAAAA !! Hahaha" Kemudian mereka tertawa sambil berlarian ke arah kelas. Pipi Shania tampak memerah dan aku pun juga.
"Iiih mereka apaan sih", kata Shania sambil tertawa.
"Jomblo sih, udah diemin aja, Shan. Hahaha".
"Emang kita nggak jomblo?”
"Ya sama aja siiih. Hahaha".

            Kami menuju kantin tengah dan ternyata Bayu dan Dani duduk disana.
"Oooh, ini meen. Pantes akhir2 ini jarang keliatan. Sama anak baru ternyata meen. Haha" canda Bayu.
"Aaah, apaan sih kalian. Kenalan dulu deh mending", kataku. Mereka saling berkenalan dengan Shania. Shania tampak sedikit malu.
"Eh ntar latian ntar sore jangan lupa. Jam 3 di studio sekolah aja." kata Dani padaku.
"Okeee, santai. Ini gua udh bikin kok aransemennya. Kmrn iseng bkin d komputer. Ini mp3nya d hp ada. Ardi jangan lupa dikabarin" jawabku.
"Yaudah entar bawa ya. Kita mau ngrokok dulu diluar. Biar kalian berduaan dulu hahaha" kata Bayu.
"Husssh, udah udah sono lu. Jangan lupa bayar." Dani dan Bayu pun berlalu.

"Shania mau sarapan apa?”
"Mereka tukang becanda juga ya sama kaya kamu kak".
"Eeh, nih anak tanyanya apa dijawab apa".
"Hehehe. Maklum masih pagi masih lemot. Roti coklat sm stroberi aja”.
"Nggak nasi aja?”
"Nggaak, jarang makan nasi klo sarapan kak.”
Kamipun sarapan bersama untuk pertama kalinya. Namun percakapan pagi ini tampak sedikit serius. Ternyata semalam orang tua Shania bertengkar karena kakaknya pulang malam. Katanya dia benci melihat orang tuanya bertengkar. Itu menyakitinya, dan ia selalu menangis ketika orang tua nya saling berteriak.

"Ooo gitu ceritanya. Yang penting sekarang jangan nangis lagi ya kan udah ditemenin". Aku dengan deg2an menggenggam tangannya. Tanpa diduga ternyata dia membalas genggamanku lebih erat dan tersenyum.
"Makasih ya kak".
"Iyaaa" Ak membalas senyumnya.
"Eh nanti latian cheers kan? Mau berangkat bareng lagi?”
"Mau kak. Aku males pulang tp tetep hrs pulang ambil baju sm mandi".
"Ya entar pulang ke rumahmu dulu, kamu mandi sama ambil baju. Terus nanti makan siang di tempatku aja?".
"Nggak papa nih sering numpang makan di tempat kakak?”
"Sering apaan, baru juga sekali. Udah nggak papa. Jangan kaya orang lain. Anggep aja aku......" Kusentuh pipinya seperti kemarin.
"Iiiiiih nggaboleh" Shania tertawa sambil mencubiti lenganku. Selesai sarapan kamipun mulai masuk kelas.

            Jam hari ini terasa lambat sekali. Aku tak sabar bertemu Shania lagi".
            Akhirnya bel pulang sekolahpun akhirnya berbunyi. Aku sengaja menjemput Shania dikelasnya. Aku tidak takut dengan gosip2 yang beredar. Aku justru merasa lebih aman karena akan mengurangi saingan2ku yg berusaha mendekati Shania.
"WEI!" Shania kaget melihatku tiba2 di depan pintu kelasnya.
"Haha. Apaan sih, malah jadi ikut kaget akunya. Mau pulang kapan Shan?”
"Beli minum dulu boleh?”
"Boleeeeh" Tampak cowok2 yang keluar dari kelasnya memandangku dan Shania. Aku yakin paling tidak ada salah satu dari mereka yang suka dengan Shania.
"Pesenin es jeruk sekalian ya". Shania kembali ke meja dengan dua gelas minuman.
"Shan, abis ini beli makan yuk. Dibawa pulang aja tapi, panas di luar".
"Boleeeh. Masih kenyang juga sih kalo makan jam segini". Selang sebentar kami menghabiskan minum kami, Kami menuju jalan pulang.
"Mau beli makan apa kak?”
"Kesukaan kamu".
"Emang kakak tau kesukaanku?”
"Bakso kan?”
"Hehe iya kok tau? Habis kepo ya?”
"Taulaaaah. Rahasia deh pokoknya".
           
            Akhirnya kami mampir beli bakso dan sekalian aku belikan untuk keluarga Shania dan keluargaku dirumah.
            Sampai dirumah Shania ak bertemu dan berkenalan dengan mama nya. Sambil ku menjabat tangan mamanya.?
"Saya kakak kelasnya Shania, tante".
"Oalaaah ini kakak kelasmu yang kamu ceritain terus dr kmrn yaa?" Shania yang sedang menaruh tas dan menuju kamarnya tampak kaget dan malu.
"Mama iiiiih”.
"Udah nggak jamannya malu2 ah. Kaya di sinetron aja".
"Hehehe". Aku hanya bisa tertawa dan tetap bertingkah sopan agar mamanya bisa menerimaku. Mama Shania ternyata baik dan ramah. Beliau juga memberi tahuku kesukaan dan apa yang tidak disukai Shania.
            Shania telah selesai mandi dengan memakai celana pendek biasa dan kaos yang santai.
"Abis ini kalian mau kemana kok udah mau pergi lagi?”
"Ini mau kerumah bentar tante, ngasih bakso buat yg dirumah . Oh iya bakso yang buat tante malah ketinggalan di motor. Sebentar ya tante". Aku ambilkan tas plastik berisi beberapa porsi bakso.
"Oh iyaaaa. Makasih ya nak. Nanti salam buat papa mama kamu ya. Perginya ati2 yaa".
"Iya tante pergi dulu yaaa". Aku pun berpamitan sambil mencium tangan mamanya.
"Kak, gitar kakak dibawa sekalian nggak?”
"Besok aja, biar ada alesan kesini lagi besok. Hehehe".
Akupun melihat ke arah mamanya dan mamanya tertawa. Aku merasa cukup diterima dirumah ini. Selanjutkan kami ke rumahku dan kali ini giliran Shania yang berkenalan dengan mamaku.

"Shania, tante" Shania mencium tangan mamaku.
"Oooh, ini ya yang bikin kamu akhir2 ini ketawa2 sendiri?"

Oh shit! Ternyata gantian mamaku yang mengerjaiku. Aku hanya tersipu sambil tertawa.

"Pantes aja, cantik gini". Mamaku memuji Shania.
"Kalo nggak cantik nggak aku ajak kerumah lah maaah" Teriakku dari dalam kamar mandi. "Dasar anak muda jaman sekarang... Shania mari duduk. Duduk di ruang tv juga nggak papa. Tante mau pergi ke rumah temen dulu". "Iya tante, ati-ati ya tante".

            Aku selesai mandi dan kamipun makan bersama di meja makan.
"Mamamu baik ya kak, enggak kaya mamaku rewel".
"Heeeh nggak boleh gitu. Semua mama sama aja ah".

            Kamipun bercanda di meja makan. Berhubung sekarangg masih jam 11.45, kami memutuskan untuk menonton dvd dan duduk di sofaku yang super nyaman ini. Sofaku berbentuk sofa tanpa kaki dan berada dibawah sehingga kita bisa duduk maupun tiduran di sofa ini.

"Shan, berhubung nanti kamu latihan fisik, mending km dulu istirahat deh. Aku ambilin bantal yaa".
"Tapi nggak enak sama mama kamu dong. Masa numpang tidur dirumah orang? Mending kalo pacar.”
"Yaudaaah apa mau dibikin statusnya biar jadi pacar dulu?”
"Cieeee nggodain aku, cieeee" Kamipun tertawa bersama.
"Udah gini aja. Tidur dulu aja ntar klo mama dateng ak bangunin deh. Mobilnya kan kedengeran".
"Iya deeeh".
"Sini..." Aku menaruh bantal d sampingku agar Shania rebahan disampingku. Tapi tiba2 Shania memindahkan bantalnya ke pahaku.
"Kalo aku tiduran disini boleh?”
"Boleeeeh" jawabku sambil tersenyum.
"Kak, kamu inget wktu aku bilang yg boleh megang pipiku itu cuma pacar?”
"Gini kan?" Aku menyentuh pipinya cepat dengan ujung jariku lagi sambil tertawa. Tapi kemudian Shania memegangi tanganku dan menuntun telapak tanganku ke pipinya. Sambil memejamkan mata Shania berkata "Sekarang kamu bukan pacar kak, tapi kamu orang yang cukup spesial buat boleh memegang pipiku". Tampaknya Shania nyaman dengan usapan2ku di pipinya. Sementara dalam hati aku justru bingung dengan kalimatnya. "Aku bukan pacar tp aku orang yang spesial. Bisa2 di brotherzone nih" kataku dalam hati.

            Tampak Shania mulai tertidur diantara bantal dan tanganku. Aku begitu bersyukur bisa sedekat ini dengan orang yang begitu aku sayangi. Shania tertidur dengan begitu cantiknya. Sesekali aku sentuh bibirnya yang manis. Tapi Shania tetap tertidur lelap. "I love you, Shania Junianatha", kataku dalam hati sambil mengelus-elus pipinya.

?

Beberapa saat kemudian Shania terbangun dan sedikit kebingungan sambil mengigau, "Aku dimana? Aku dimana?”
"Eeeh, tuan putri udah bangun", sapaku sambil membawakan teh hangat.
"Hah? Aku tidur berapa jam? Udah telat belum?”
"Ini baru jam 1, cantik".
Dia tampak bingung sambil berusaha membenarkan rambutnya. "Berarti boleh tiduran lagi?" tanyanya sambil merebahkan tubuhnya lagi.
"Boleeeh. Shania kalo mau minum teh nya dimeja ya".
"Makasih banyak ya kak aku malah jadi ngrepotin gini”.
"Nggak, nggak ngrepotin kok" Kemudian ak duduk d sampingnya dan mengelus-elus rambutnya. "Setengah jam lagi berangkat ya?”
"Iyaaa. Emm kak, boleh nanya sesuatu?”
"Dulu kak Kinal diperhatiin kaya gini juga?", tanyanya sambil menatapku tajam.
Aku sedikit tersentak. Ternyata Shania mengetahuinya.
"Aku jawab apa adanya ya, Shan... Nggak, Kinal nggak pernah tiduran dipahaku kaya kamu tadi... Paling dia klo disini cm nntn dvd sama masak dibelakang". Shania duduk dan menundukkan kepalanya.
"Aku takut gak bisa lebih dari kak Kinal..." Aku merasa salah bicara. Shania terlihat tak tersenyum sedikitpun seperti biasanya. "Tapi kamu udah seperhatian ini sama aku kak. Aku janji suatu saat aku bakal jadi yang terbaik buat kakak." Aku memeluknya dengan tiba2 dan tak ingin melepaskannya.
"Shania... Asal kamu tahu... Kamu nggak perlu nunggu besok2. Dari sekarangpun kamu udah jadi yang terbaik buat aku... Kamu lebih dari siapapun." Aku merasakan air matanya menetes di pundakku. Aku ingin melihat wajahnya tapi Shania tetap memelukku. Dia tak ingin aku tau bahwa dia menangis.
"Shania kok nangis?”
"Enggak papa kok kaaak, aku cuma bersyukur aja bisa kenal sama kakak", katanya sambil tersenyum padahal air matanya mengalir.
"Eeeh udah ya jangan nangis, nanti dikira anak2 kamu aku bikin nangis lho”.
"Ya emang kok, tapi kan nangis karena seneng." Akupun menghapus air matanya.
"Aku sebenarnya dari tadi malem aku juga mikirin ini kak", kata Shania.
"Mikirin apa?”
"Sejak tau kalo ternyata kakak mantannya kak Kinal, aku ngerasa bukan apa2. Kak kinal captain dan aku bukan apa2. Kak kinal dewasa, aku masih kekanakan gini. Kak kinal..." Aku menyentuhkan jariku ke bibirnya "Ssssttt.... Apa kamu gak percaya kalo kamu yang terbaik buat aku?" "A-a-aku..." Belum selesai ia berbicara, aku mencium pipinya tiba2. Jantung ini rasanya akan meledak. Aku takut Shania menamparku. 2-3 detik aku berhenti di pipinya. Pipi Shaniapun memerah dan tersenyum. "A-a-ku per-c-caya koook" jawab Shania terbata-bata sambil menahan malu.
"Shania cuci muka terus siap2 ya".
"Yaaa kakak ganteng" dia mencubit pipiku.

            Ketika Shania berada di kamar mandi, aku melompat-lompat kegirangan. INI HARI TERINDAH DALAM HIDUPKU !!!! Walaupun sebenarnya aku bingung memberi tahunya bahwa minggu depan aku harus menjalani operasi. Tapi aku tidak mau mengganggu latihannya. Seminggu kedepan dia juga latihan intensif untuk debutnya di cheers tepat di hari minggu, hari dimana aku akan operasi.

?
            Sesampainya di sekolah dia memintaku untuk menggandeng tangannya. "Biar nggak ilang ya?" tanyaku.
"Biar pada tau kalo kakak punyaku".
"Emang iya?" Aku menggodanya.
"Iiiih kok gituuu." Shania mencubitiku. Sesampainya di aula ternyata sudah cukup ramai.
"Aku sapa temen2 dulu ya?" aku membisikan Shania. Didepan kami sudah ada teman2 dekat Shania, dan seperti biasa Nabilah yang paling cerewet mencibir kami.
"CIEEEE nempel terus kaya perangko".
"Sssttt anak kecil diem aja" balasku.
"Emang Shania udah gede? Dia cuma menang tinggi aja kaleeee" balas Nabilah.
Akupun duduk diantara Ve dan Kinal. "Selamat sore ibu2 senior". "Sialan lu, masa ibu2" jawab Kinal.
"Ooo sama Shania nih sekarang? Peje2nya mana?" tambah Kinal.
"Jadian aja beluum yeeee" jawabku.
Kamipun beberapa menit bercanda sampai cheers akan dimulai. Aku menyemangati Shania dan berjalan menuju studio untuk latihan.
           
            Sampai akhirnya teman2 band datang. Rupanya Ardi sakit tifus dan tidak dapat mengikuti latihan. Minggu depan tepat di malam minggu kami tampilpun, tampaknya Ardi tidak dapat berpartisipasi. Kamipun merombak aransemen dan membuat sedemikian rupa menariknya.

?
            Waktu berjalan hingga akupun mengantarkan Shania pulang. Akupun berpamitan dengan mamanya "Makasih ya tante udah diijinin anter jemput Shania”.
"Lhoo.. harusnya tante yang makasih nak. Udah jagain anak tante. Maaf ya kalo dia ngrepotin. Dia agak manja." Kata mamanya sambil mengelus rambut Shania.
"Enggak koook tante, saya juga seneng ketemu Shania terus hehe.”
Aku pulang dengan hati gembira. Malampun aku memikirkannya. Shania juga semakin tak bisa lepas dariku.

*

            Seminggu ini aku semakin dekat dengan Shania hingga hariku tampilpun datang. Sebenarnya sampai hari ini Shania belum pernah mendengarkanku bernyanyi. Hanya sesekali mendengarku bermain gitar. Pagi hari inipun aku meminta Shania untuk menemaniku tampil di acara lomba band antar sekolah nanti malam.
"Nanti malem ajak temen2 yg lain aja sekalian”.
"Okeeeii, nanti yaaa. Aku berangkat sama kakak apa sama temen2?”
"Sama aku aja nggak papa. Entar bisa bantu bawa2in barang2 aku sekalian wek”
"Huuuu jadi kuli aku".
"Enggak kok, nanti pake mobil. Aku udah bilang mama.”

?
            Pagipun berganti sore. Dirumahku ak menunjukannya sesuatu.
"Kamu belum pernah liat gitar elektrikku kan?”
"Belum pernaaah. Ada yang diumpetin yaa?”
"Iya emang. Nih liaaaat" Aku membalikkan body gitarku dan terlihat sticker bertuliskan Shania Junianatha.
"Waaaa. Masa ada namaku disitu... Kenapa disembunyiin dari aku?”
"Hehehe. Soalnya aku bikinnya 4hari setelah kenal kamu.”
"Cieee naksir aku dari pertama kenal cieeee".
"Hiiiih dasar cantik" aku mencubit pipinya.
?
            Tiba disana tepat pukul 7 karena kami tampil sekitar pukul setengah. Bayu dan Dani sudah terlihat disana. "Udah daftar ulang men?" tanyaku. "Beres brooo" jawab Bayu.
"Eh, bareng terus nih berdua. Udah jadian beluuum?" tanya Dani.
"Hehehe.." Aku dan Shania hanya tersipu malu sambil menggaruk2 kepala, bingung mau jawab apa.
            Teman2 Shania mulai datang. Dan junior2 peminat band kelas XI dan X juga mulai berdatangan. "Semangat ya kak" bisik Shania sambil memberiku minum yang ia belikan di food court.
"Deg2an niih" jawabku sambil menggerak2kan kakiku. Aku grogi karena band2 yang tampil juga hebat2 dan keren2. Hingga tiba waktunya hingga 2 band lagi kami tampil. Aku, Bayu, dan Dani bersiap diri di belakang panggung. Kuhidupkan laptopku, kusiapkan mixer dan perangkat lainnya. Karena sebenarnya kami mengaransemen lagu kami menjadi electronic-pop semacam Owlcity. Stick drum dan cadangan serta Headphone Bayu sudah siap. Bass Dani juga sudah siap. Laptopku siap dan lancar.
            Akhirnya kami naik ke atas panggung dan mencolokkan instrumen kami ke ampli panggung. "Selamat malam semuanya!" Teriakku pada penonton yang lumayan ramai karena diikuti oleh belasan sekolah sehingga mungkin ada sekitar 400an orang didepanku. Setelah sedikit sambutan aku play laptopku dan kami mainkan lagu yang pertama.
            Tanpa mereka duga kami memainkan lagu A Thousand Years, dan banyak yang bertepuk tangan khususnya para perempuan. Aku mulai bernyanyi dengan merdu. Shania melihatku hingga terpana. Dia tidak tau jika suaraku ketika bernyanyi begitu berbeda dengan suaraku saat berbicara. Ditambah panggung yang megah. Lengkap dengan lighting dan 2 layar putih yang disorot proyektor menambah kemegahan penampilan kami. Di bagian Refrain aku dan para penonton bernyanyi bersama. "I have died everyday waiting for you, darling don't be affraid i have loved you for a thousand years"? Aku menunjuk dadaku kemudian menunjuk Shania dari atas panggung. Dan kamera menyorotku tepat ketika lirik "...I’ll love you for a thousand more" kubalik gitarku dan Tampak begitu besar di layar proyektor nama "Shania Junianatha" di body gitarku. Aku tersenyum dan semua penonton berteriak "Oooooowwwwwwww".
            Shania terharu dan dipeluk oleh Ve teman2nya. "So sweeett, ya Shan" kata Ayana. Shania diam saja dipelukan Ve.
"Shan.. Shan.." Sonia memanggil Shania.
Ternyata Shania menangis terharu tapi Shania malu karena begitu banyak orang. Lagu pertama selesai dan lagu kedua lagu original kami yg aku tulis.
Aku bernyanyi "?Kelak kau sadar betapa aku menginginkanmu".
            Selesai permainan kami, penonton bertepuk tangan dan setelah beres2 aku menuju ke arah Shania. Dan seperti yang sudah kuduga. "Suit Suit... CIEEEEEE" Bisa dibayangkan? sekitar 50 anak sekolahanku menyorakiku. "CIEEEEEE".
Bayu dan Dani justru bingung. Mungkin ketika diatas panggung mereka tdk memperhatikan layar yang menampilkan aksiku tadi. Ve mendekatiku dan membisikanku, "Tadi Shania sampai nangis liat kamu main". Aku lalu menggandeng Shania dan Shania tertawa sambil tersipu malu menutupi matanya yang baru saja menangis dipundak Ve.

"Besok giliran aku nih yang nonton kamu cheers.”
"Aku maluuuu tapinya".

*

            Keesokan harinya aku mampir kerumah Ve untuk menitipkan sepucuk surat untuk Shania. "Ve, ini nanti tolong dikasihin Shania ya. Tapi habis kalian tampil ya".
"Gaya banget nih pake surat segala, kaya jaman dulu aja. Emang ini isinya apa?”
"Jangan dibuka loooh. Pokoknya intinya aku nanti sore mau operasi tapi aku takut ganggu mental Shania”
"Operasi apaan?”
"Ada deh pokoknya, makasih ya Ve . Ini aku bawain Sup. Tadi mamaku masak”.
"Eh malah repot2. Makasih yaa".
           
            Selanjutnya aku menuju rumah Shania untuk membawakan sup untuknya. Tampak seseorang cowok tajir sedang berbicara dengan Shania. Tapi aku tidak berpikiran buruk. Tiba2 Shania berteriak padanya "...Dia tunangan aku. Ngerti? Aku dijodohin sama mamaku" Shania menunjuk ke arahku. Aku kebingungan. Cowok itupun pergi tiba2 dengan motor ninja 250cc nya yang tampak seperti mainan di Timez*ne.
"Siapa, sayang?”
"Mantan, dia ngasih bunga dan mau ngobrol di dalem tp aku nggak mau. Itu bunga nya aku lempar tempat sampah... Eh bentar kamu tadi manggil aku apa?”
"Emm... Nggak papa nggak papa”.
"Cieee enak aja panggil2 aku sayang”.
"Yaudah nih aku kasih ini" Aku memberikannya Sup yang ada bakso nya. Shania tampak senang. "Udah boleh manggil sayang belum?”
"ENG-GAK-BO-LEH, ganteeeng" jawab Shania.
"Yaaaaah. Eh iya ntar jam brpa cheers nya?”
"Aku dateng jam 2an tp tampilnya jam 3an kayanya. Tp kalo siap2nya dr jam 11an di aula sekolah".
"Berarti bareng anak2 ya nanti berangkatnya?”
"Iyaaa. Ketemu disana nggak papa kan?”
"Iya nggak papa lah cantiiiik . Tenggorokanku mulai sakit nih gara2 tadi malem. Aku mau pulang minum obat dulu ya".
"Iyaaa. Jangan lupa istirahat ya . Nanti kalo nggak nonton juga nggak papa kok . Kasian si ganteng kecapekan".
"Aku usahain nonton kok, sarapan dulu sana di dalem. Dadah tuan putri".
Akupun pulang untuk minum obat dan persiapan operasi nanti sore.

            Aku bangun pukul 2 siang. "What? Udah jam segini?" Akupun berlari untuk bergegas mandi. Untungnya persiapanku untuk operasi nanti sudah ak siapkan. Tinggal doa aja semoga lancar dan aman. Kulempar tas ku k dalam mobil dan segera aku pergi ke tempat Shania cheers.
           
            Jam 3 tepat Aku mencari Shania dan tampaknya Shania sudah ada di belakang panggung. Team cheerleader sekolahku pun tampil. Sementara aku melihat dari bawah. Lagu yang ngebeat dan gerakan energik membuat Shania tampak keren. Sesekali iya menunjukan raut wajah (sok) galak, tapi bagiku ia justru terlihat semakin manis. Selesai perform ak mengucapkan selamat pada Shania dan yang lain.
"Kak, tadi ada yang galau nyariin pujaan hatinya gitu Kak. Katanya kok ngga dateng2" Kata Yuvi yang menggoda Shania.
"Cieeeeee" seru anak2 yang lain.
"Ah udah bosen tauk di cie cie in mulu. Dasar jomblo jomblo" ejek Shania sambil menggandeng tanganku.
"Ini pada langsung pulang apa gimana captain?" tanyaku pada Kinal.
"Ini baru bapak penyisihan nanti masih ada final suruh tampil lagi jam 5an kayanya", jawab Kinal dengan santai. Dia juga tidak canggung seolah kami tidak pernah punya hubungan khusus.

            Kemudian aku mengajak Shania membeli burger dan minum. "Shania tadi tampilnya keren lho. Coba aku liat tampang sok galaknya lagi mana" "Nggak mauuuu aku malu" kata Shania. Kami mengobrol sebentar sambil memakan burger dan akhirnya aku harus pamit. "Habis ini aku pamit ke dokter nggak papa ya? Aku disuruh kontrol, kayanya badanku mulai drop".
"Loh loh? Ini beneran tapi kakak nggak papa?" Benar dugaanku, dia pasti khawatir. Sebaiknya dia tidak aku beri tahu.
"Nggak papa cuma check up doang kok. Semangat yaa cantik".
"Hiiih gemes deh. Ati-ati ya perginya" Shania mencubit pipiku.
           
            Aku pun pergi langsung kerumah sakit dan sudah dipersiapkan kamar serta angket berisi persetujuan tindakan medis. Aku berganti pakaian pasien dan 1 jam an kemudian aku masuk ruang operasi. Dokterku yang bernama dokter Willy siap mengoperasiku dan terlebih dahulu memintaku dan semua asistennya untuk berdoa supaya operasi ini lancar. Operasipun segera dimulai.?
            Sementara Shania dan teamnya masuk final sehingga harus tampil lagi. Selesai tampil Ve memberikan Shania kertas yang aku titipkan. "Shania, ini ada titipan. Tadi emang disuruh ngasih kamunya habis tampil supaya kamu tenang". Rupanya perasaan Shania sudah tidak enak sejak aku pergi tadi. Shania panik melihat isi suratku yang ada bercak darahnya.

"Shania.. Kamu jangan panik dulu ya waktu baca surat ini. Tenang.... Waktu kamu baca surat ini mungkin aku sedang diruang operasi. Aku operasi di rumah sakit XX. Maaf sebelumnya aku nggak bilang kalo aku sakit... Aku nggamau performance mu terganggu gara2 aku... I love you Shania....." Shania lemas tiba2, tapi Ve yang kebetulan berada dibelakangnya memeganginya.
"Kenapa, Shan?" "Shan, Shania kenapa?" Semua anak2 cheers ribut.
"Kak tolong anterin aku kak toloooong." kata Shania kepada Ve. Ve pun mengiyakannya.
Kebetulan anak2 cheers lain banyak yg membawa mobil, sehingga Ve dan Shania bisa pergi duluan.
"Suratnya isinya apa, Shan?" tanya Ve di dalam mobil.
"Dia... mau operasi kak. Selama ini dia nggak bilang kalo dia ada sakit", jawab Shania sambil sesenggukan. Perasaan Shania semakin tidak karuan.
"Mampir pom bensin dulu ya. Ganti baju di toilet. Kalo make up bisa diilangin di mobil", kata Ve.
“Iya kaaak".
"Udah ah jangan nangis. Nanti kita kesana kok nungguin dia operasi yaa", kata Ve sambil mengelus2 rambut Shania, berusaha menenangkannya.

            Sesampainya di Rumah Sakit, Shania langsung berlari ke bagian informasi untuk mencari nama orang yang benar2 ia sayangi itu. "Rawat inap nya di ruang 208 mbak". Langsung Shania berlarian mencari kamar tersebut yang ternyata di lantai 2. Ia membuka pintu kamar itu dan tidak menemukan orang yang ia sayangi disana. Ia melihat nama dokter Willy di pintu kamar rawat inap itu. Shania berlarian menuju ruang operasi sambil berusaha menghapus air matanya. Belum sampai di depan pintu ruang operasi, pintu itu pun terbuka dan Shania melihat dokter Willy keluar dengan pasien dibelakangnya yang sudah ditutupi kain putih disekujur tubuh.
"Dokter benar ini pasien dokter?”
"Iya... Maaf kami sudah berupaya sebisa mungkin". Dokter Willy berlalu dan tangis Shania semakin menjadi melihat orang yang disayanginya sudah tidak bernyawa. Ve yang memegangi Shania dari belakangpun tampak pucat. Shania kembali berjalan ke ruang rawat inap 208 berharap untuk bisa melihat sosok sesorang yang sudah benar2 menaklukan hatinya. Shania tampak semakin pucat sambil mengelus2 kasur yang tadi sempat digunakan untuk istirahat pujaan hatinya itu. Ve pun hanya bisa diam dan memeluknya melihat Shania yang terpuruk.

"Shania..." Suara yang ia kenal terdengar dari belakangnya.
"Loh kok? Loh kok?" Shania justru menangis semakin menjadi. Shania memegang tanganku begitu erat dan menaruh kepalanya di dadaku.
"Tadi kata dokter willy kamu udah meninggaaaaal" Air mata Shania langsung membasahi selimutku.
"Tadi aku emang sama dokter Willy kok. Tapi kan tadi pasiennya dokter Willy ada yang kritis terus tadi selesai operasi dokter Willy langsung kesana. Yang ngerawat aku asisten-asistennya ini".Aku justru kebingungan melihat Shania yang menangis seperti ini. Aku juga melihat Ve menghapus air matanya sambil tersenyum menahan tawa.
"Ve? . Ini pada ngira aku mati ya? Kurang ajar deh bener2...", Aku mencubiti Shania.
"Iyaaa." jawab Shania dan Ve bersamaan.
"Bentar ya Shania, ini ak dipindahin ke kasur dulu" Kemudian para perawat membantuku pindah ke kasur. Sementara aku melihat Shania yang tampak menangis dan tertawa namun terlihat kesal. Shania memelukku dengan erat.
"Kamu nakal kaaak bohongin aku".
"Emang aku bohong gimana?”
"Ini suratnya ada darahnya...”
"Darah apaan, orang itu spidol tumpah2 di tas yeee. Tapi emang sengaja sih tadi biar dramatis gitu ceritanya. Tapi kan aku nggak ngira kalo ada yang meninggal beneran tadi".
"Aaaaa kakaknya tu", Shania menaruh kepalanya di dadaku dan memukul-mukul perutku.
"Maaf ya Ve jadi ngrepotin gini. Aku gak maksut lho bikin kalian kawatir gini. Padahal aku cuma operasi amandel".
"Enggak papa kok, santai aja. Bentar aku nahan ketawa, kasian Shania udah nangis2, malu tuuuh pasti." jawab Ve.
"Tapi nggak papa. Klo gini berarti keliatan dong kamu sayang sama aku?" Aku mengelus Shania.
"Menurutmu selama ini aku nggak keliatan sayang kamu kak?”
"Ssstt diem. Sekarang aku pacar kamu. Kamu pacar aku ya" kataku pada Shania. Aku mengakhirinya kesedihannya dengan kecupan lembut di pipinya.
Kemudian kuberi hadiah untuknya,
“Ini dengerin deh?”, kuambil handphoneku dan earphoneku.
Shania tersenyum dan terlihat begitu bahagia mendengarkan lagu yang aku tulis untuknya.
Sejak saat itu kami resmi berpacaran.

END

Created By : @Funnyleech

Follow My Twitter : @Agung_PZS

0 komentar:

Posting Komentar